Rabu, 23 November 2011

EXPLORING MADURA

(sumber : pustaka.pu.go.id)

Madura, adalah sebuah pulau kecil disisi utara Surabaya, setelah dibangun jembatan yang menghubungkan Surabaya dengan pulau Madura akses menuju kota-kota di Madura menjadi lebih mudah. Beberapa kali kami melintas ke Madura sekedar untuk melihat kehidupan masyarakat Madura, mengunjungi makam Mbah Kholil ataupun menikmati karya arsitektur jembatan penghubung antar pulau dengan panjang 5438 m yang merupakan jembatan terpanjang di Indonesia saat ini.

Cerita dimulai dari kami, keluarga yang nekat untuk menjelajahi pulau Madura. Singkat cerita, setelah menuruni jembatan Suramadu disisi Madura, penjelajahan pulau ini dimulai dengan perjalanan jalur selatan. Sekilas sempat terpikir untuk mengurungkan niat perjalanan menuju ujung pulau Madura Pamekasan karena dalam benak kami Suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang blak-blakan serta sifatnya yang temperamental dan mudah tersinggung. Namun rasa penasaran kami akan keindahan yang tersimpan di pulau ini lebih besar sehingga perjalanan pun tetap berlanjut.

Diperlukan waktu kurang lebih 1 jam untuk melewati Kabupaten Bangkalan. Selanjutnya menuju Kabupaten Sampang, disuguhi pemandangan yang biru sepanjang perjalanan menuju laut Camplong. Kami semakin bersemangat untuk mencari pantai yang lebih indah di ujung barat pulau Madura. Kurang lebih 4 jam telah berlalu, kami sampai pada tempat yang dituju Kabupaten Sumenep, dari sini kami sering bertanya tentang arah. Maklum kami harus sering bertanya karena perjalanan kami merupakan perjalanan nekat, buta arah, tanpa peta dan GPS yang kami bawa pun tidak bisa menuntun arah kami di pulau Madura. Bukan karena kebetulan, di pertigaan lampu merah memasuki kota Sumenep, kami menemukan peta Kabupaten Sumenep yang terpampang sangat besar di sebuah papan layaknya sebuah reklame yang sengaja dipasang dengan tujuan menawarkan tempat wisata. Pada peta tersebut menunjukkan terdapat dua wisata pantai yang ada di Kabupaten Sumenep yaitu wisata pantai Lombang dan wisata pantai Slopeng.

Tanpa berfikir panjang kami langsung menuju lokasi wisata pantai Lombang. Dari kebiasaan kami yang kurang memperhitungkan keadaan dan berpikir lebih panjang, hingga sampai pada jalanan desa yang panjang dan bergeronjal kami baru sadar belum mengisi penuh bahan bakar mobil dan perut kami. Mengingat sensor volume bahan bakar mobil kami menunjukkan 3 strip dari skala 8 strip untuk ukuran penuh bahan bakar. Tapi kami tetap melanjutkan perjalan dengan sedikit ragu. Kira-kira satu jam dari kota Sumenep kami sampai pada pintu masuk wisata terlihat sepi, maklum karena kedatangan kami diiringi dengan tenggelamnya matahari. Beruntung kami langsung bertemu dengan kepala UPT wisata lombang, langsung kami manfaatkan untuk mencari informasi tempat penginapan. Nasib baik kami ditawari beliau untuk menginap di kantor administrasi mereka, karena di daerah tersebut tidak ada tempat penginapan resmi.

Sedikit berbincang-bincang dengan kepala UPT wisata Lombang untuk mengakrabkan diri dan mengenal lebih jauh pribadi orang madura. Semakin jauh perkenalan kami, penilaian kami adalah mereka “masyarakat Madura” sangat menghormati orang lain yang bersikap sopan kepada mereka, terlebih kepada orang lain(kami) yang memiliki kesamaan agama. Dimana masyarakat Madura sesungguhnya memiliki kebudanyaan yang sangat religius, menjunjung tinggi kehormatan dan nilai moral mereka. Dan rasa penasaran kami akan keindahan alam pantai tersebut memaksa kami untuk tinggal semalam menunggu kegelapan malam yang menyelimuti laut sirna oleh mentari pagi.

(Sumber : koleksi pribadi, 2011)

Waktu menunjukkan pukul 07.00 PM, kami pun memutuskan untuk berpamitan agar bisa beristirahat setelah lelah berkendara. Alarm HP berbunyi tetap pukul setengah lima dini hari, segera setelah kami selesai menunaikan sholat subuh, dengan tak sabar kami mempersiapkan sepeda lipat yang kami bawa selama perjalanan untuk ikut menikmati senja pagi dan menunggu matahari terbit dengan menyusuri tiap jengkal bibir pantai. Sebuah sensasi baru dalam bersepeda, dibandingkan dengan bersepeda diatas aspal mengendarai sepeda diatas pasir lebih menyenangkan meskipun membutuhkan kayuhan yang lebih bertenaga. Dari telapak kakiku saat mengayuh pedal aku, bisa merasakan sepedaku berginjal-ginjal riang diatas pasir dengan sesekali mempermainkan ombak yang datang.

(Sumber : koleksi pribadi, 2011)

Selang beberapa menit, mentari pun mulai menampakkan wajahnya yang semu merah, memendarkan siluet kemerahan di ufuk timur. Langit terlihat kontras dengan warna birunya dan lapisan tipis awan putih yang menggantung dibawahnya. Subhanallah dalam hening terucap kata menggambarkan ketakjubanku akan seni keindahan alam Mahakarya-Nya.

(Sumber : koleksi pribadi, 2011)

Semakin tinggi matahari terbit seolah menyingkap hijab yang menyelimuti keindahan pantai Lombang yang sesungguhnya. Teriknya sinar matahari memantulkan kilau samar tiap butiran pasir yang halus. Tiap langkah kaki yang terbenam di hamparan pasir terasa lembut pada telapak kaki. Deretan hijau pohon cemara setia menemani disepanjang jalur pantai Lombang, terlihat special pada hutan buatan di lokasi wisata pantai yaitu pohon bonsai dari cemara udang

(bersambung untuk perjalanan pulang jalur utara dengan pemandangan laut disepanjang perjalanan, masih capek mikirin kata-kata)
  

3 komentar:

  1. postingan yang bagus untuk saya renungkan..

    makasih...

    BalasHapus
    Balasan
    1. senang bisa memberikan informasi...beberapa kali sy ke pulau madura ternyata kehidupan mereka jauh berbeda dari perspektif masyarakat diluar suku madura, seperti kata pepatah "tak kenal maka tak sayang"

      Hapus
  2. Pantainya keren ya.. sunset dsana juga bagus, garis pantai nya sepertinya juga ckup panjang.. ga nyangka ada tempat sebagus ini disana 😍

    BalasHapus